Timsus TKI DPR RI Nilai Kebijakan Amnesty Malaysia Politis
Kebijakan Amnesty Pemerintah Malaysia bagi Pendatang Asing Tanpa Ijin (PATI) yang jumlahnya diperkirakan mencapai 2,2 juta (70% TKI) dinilai Tim Khusus TKI DPR RI (Timsus TKI) yang diwakili Eva Kusuma Sundari bermuatan politis dan sangat merugikan TKI.
“Kenapa kami nilai politis, karena pemutihan selalu dilaksanakan menjelang pemilu. Kami berpikir ini pasti aspek politik Pemerintah Malaysia. Bahkan ada juga tuduhan pemutihan dipakai untuk media fund raising dari beberapa partai di sana,” terang Eva dalam konferensi pers di Gedung DPR RI, Jakarta (5/8)
Kebijakan pemutihan yang lebih dikenal dengan Amnesty 6P (pendaftaran, pengampunan, pemutihan, pemantauan, penguatkuasaan, dan pengusiran) bukan hal baru karena dilakukan setiap saat menjelang diadakannya Pemilu Raya di Malaysia.
Selain melihat muatan politis atas kebijakan tersebut,Timsus juga melihat ada beberapa kekacauan yang terjadi atas dampak dari pemutihan itu.
Karenya Politikus PDIP ini menyatakan Timsus TKI mendukung Pemerintah RI untuk meminta prinsip “equal treatment” dalam pelaksanaan kebijakan pemutihan. Pasalnya, majikan dan pekerja saat ini belum diperlakukan sama. Ada kecenderungan majikan lepas tangan terhadap TKI yang selama ini bekerja pada mereka dengan pertimbangan pengamanan diri bagi si majikan.
Timsus juga menyoroti ketidakjelasan prosedur pemutihan dan pembiayaan. Menurut dia, hal tersebut bisa menjadi tindakan pemerasan terhadap TKI yang dilakukan oleh banyak pihak terutama agen tenaga kerja di Malaysia.
Hal inilah yang menjadi penyebab TKI menjadi ilegal. Majikan sebaiknya mendapatkan pengampunan agar ikut mendorong pemutihan status yang dampaknya akan meringankan TKI. “Hal itu bisa menyebabkan praktik sewa bendera yang memberatkan TKI yang ingin pemutihan sementara majikannya enggan mengurus. Para TKI yang sewa bendera ini harus mengeluarkan ongkos yang lumayan antara 3.600-4.000 Ringgit Malaysia. Kalau TKI yang tidak punya majikan bisa dikenakan biaya Rp 8-10 juta untuk sewa bendera,” ungkap dia.
“Selain ada aspek politis dan ekonomis sekaligus, menurut saya ini menjadi cerminan problem struktural. Kami ingin kebijakan semacam pemutihan ini dilaksanakan terlembaga dan sepanjang tahun agar kejadian ini tidak terulang lagi,” ujar Eva.
Sementara Anggota Timsus TKI DPR RI dari Fraksi Gerindra Supriyatno, berharap draf revisi UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri segera diselesaikan. Ia menganggap UU tersebut akan lebih banyak membantu perlindungan TKI di luar negeri.
Sedangkan anggota Timsus TKI DPR RI dari Fraksi PAN Rizki Sadiq, meminta pemerintah untuk menunda pencabutan moratorium pengiriman TKI ke Malaysia sebelum ada data valid tentang jumlah TKI di luar negeri. “Katanya data TKI kita ada 6-7 juta orang tapi sampai sekarang kan belum jelas kebenarannya, belum ada lembaga yang memberikan data yang valid. Jadi moratorium jangan pernah dibuka sebelum data itu lengkap,” pintanya. (sc)